Wali Songo "Sunan Sendang Duwur &
Karomah Memindah Masjid Dalam Semalam"
"...Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat." (Q.S. Al-Mujaadalah : 11)
Malam tiba. Nampak Sunan Sendang Duwur
sedang melakukan sholat Tahajud, sementara itu dua laki-laki (Taruna dan
Taruni) nampak mengendap-endap akan mencuri di lumbung pagi milik Sunan Sendang
Duwur. Dua laki-laki itu nampak sombong dan senang karena mereka sangat lihai
sebagai maling. Ia tidak sadar jika Sunan Sendang Duwur menatap mereka dari
jauh. Mereka keluar dari lumbung, namun saat membawa beras itu, kian lama
mereka merasa kian berat dan berat. Dua pencuri nampak keberatan dan terjatuh.
Mereka penasaran dan membuka dua karung mereka. Ternyata isinya adalah ular
yang sangat banyak. Dua pencuri menjerit ketakutan.
Mendengar teriakan suara minta
tolong, Warga berdatangan memukul kentongan dan mengepung Taruna dan Taruni.
Warga nyaris menghakimi keduanya karena ternyata dalam POV warga, beras yang
ada dalam karung itu. Taruna dan Taruni ngotot dalam beras itu adalah ular
bahkan mereka sudah tergigit. Muncullah Sunan Sendang Duwur. Dengan tenang
Sunan Sendang Duwur minta pada warga agar sabar. Sunan Sendang Duwur lalu
bertanya pada Taruna dan Taruni apa benar mencuri. Taruna dan Taruni akhirnya
mengaku. Dengan petuahnya, Sunan Sendang Duwur menyadarkan Taruna dan Taruni.
Taruna dan Taruni sangat malu dan berjanji tidak akan mencuri lagi dan mau
mengikuti segala ajaran Sunan Sendang Duwur, yang sudah menyelamatkan mereka
dari kepungan warga. (Catatan : kisah aslinya Taruna dan Taruni adalah dari
bangsa Jin yang di Islamkan oleh Sunan Sendang Duwur).
Sejak itu, padepokan Sunan Sendang
Duwur nampak ramai dipenuhi warga yang ingin menuntut ilmu pada Sunan Sendang
Duwur. Sunan Sendang Duwur mengajak warga makan ketupat dan memberikan
filosofis dari ketupat itu. Sunan Sendang Duwur mengajarkan papat (empat hal)
yang harus dijauhi yakni judi, zina, minuman yang diharamkan dan mencuri barang
milik orang lain. Taruna dan Taruni nampak malu mendengarkan petuah tersebut.
Kata Sunan Sendang Duwur, jika papat (empat) hal itu dilanggar, jangan
salahkan, Allah pasti akan memberikan azab kepada warga atau daerah itu.
Ajaran Sunan Sendang Duwur yang
dihapalkan oleh warga, ternyata membuat seorang Kepala Desa Sarimbit, bernama
Raden Jinggo yang terkenal sombong penasaran. Raden Jinggo yang selama ini
memberikan ajaran pada warganya bahwa hidup ini harus dinikmati dengan apapun
karena hidup hanya sekali, berkata siapapun yang ikut ajaran Sunan Sendang
Duwur, dia adalah orang bodoh. Untuk apa menyiksa diri hanya untuk beribadah?
Sebaiknya hidup sekali ini untuk senang-senang saja. Raden Jinggo sangat benci
pada warganya yang melalukan sholat karena merasa sholat itu ritual yang tidak
ada untungnya. Raden Jinggo sangat membenci syiar Sunan Sendang Duwur. Setiap
ada warga desa Sarimbit yang akan mengaji ke Desa Sendang Duwur, Raden Jinggo
akan mencegat dan memaksa agar tidak meneruskan mengajinya. Raden Jinggo justru
memaksa warga agar rajin ngalap berkah pada kuburan eyangnya, Mbah Cokroatmojo
yang sudah meninggal. Raden Jinggo yakin, Mbah Cokroatmojolah yang selama ini
memberikan desa mereka ketentraman dan kekayaan.
Raden Jinggo yang mengaku sakti
setelah melakukan ngalap berkah dan minta kekuatan pada Mbah Cokro menunjukkan
banyak kehebatannya. Saat ngalap berkah ia bisa menjadi seperti orang
kesurupan, dan dari situ ia bisa menebak kejadian apapun. Banyak warga yang
minta nomor pada Raden Jinggo untuk judi. Dan tebakan Raden Jinggo selalu benar
hingga banyak yang percaya pada Raden Jinggo. Raden Jinggo berkata, Mbah Cokro
memang ampuh dan banyak memberikan petunjuk. Raden Jinggo juga bisa memberikan
ilmu kekebalan seperti dirinya yang tahan dari bacokan benda setajam apapun.
Banyak yang takjub dengan keskatian yang dimiliki Raden Jinggo. Kini Raden
Jinggo dianggap seperti dewa gara-gara Mbah Cokro. Suatu ketika, Yu Tari
menghadap pada Raden Jinggo karena anak gadisnya, Sutini belum juga kawin. Ia
takut Sutini jadi perawan tua. Raden Jinggo Yu Tari minta agar Raden Jinggo
mencarikan jodoh untuk anaknya.
Raden Jinggo minta agar Sutini dan Yu
Tari semedi di kuburan Mbah Cokro tanpa peduli, siang dan malam. Tak lupa
memberikan sesaji apapun yang diminta Mbah Cokro, lewat Raden Jinggo. Kata
Raden Jinggo Mbah Cokro minta agar Yu Tari menyediakan air dari 7 sumur
penduduk yang diambil tanpa ada yang tahu. Yu Tari menyanggupi demi anaknya
agar tidak jadi perawan tua. Diam-diam Yu Tari lalu mengambil air dari 7 sumur
itu. Namun naas, saat ia mengambil di sumur 7 milik Pak Cipto, warga melihat
dan mengira Yu Tari adalah maling. Semua mengepung heboh. Yu Tari nangis-nangis
dan menjelaskan pada ia lakukan ini karena petunjuk Raden Jinggo. Warga lalu
membawa Yu Tari pada Raden Jinggo. Raden Jinggo berkata benar, apapun petunjuk
Raden Jinggo harus dijalankan dengan baik. Yu Tari dinasehati tetangga yang
ngaji pada Sunan Sendang Duwur, yaitu Kang Jarwo dan istrinya. Kang Jarwo
karena apa yang dilakukan Yu Tari itu bid'ah. Dengan tutur polos Kang Jarwo
ngajak Yu Tari dan Sutini ngaji pada Sunan Sendang Duwur saja. Minta petunjuk
yang sesuai Al Qur'an agar tidak menambah dosa. Akhirnya Yu Tari diam-diam ikut
Kang Jarwo ngaji di padepokan Sunan Sendang Duwur. Sunan Sendang Duwur dengan
prihatin menjelaskan semua yang dilakukan Raden Jinggo adalah musrik dan sirik!
Sunan Sendang Duwur minta pada Yu Tari untuk bertaubat.
Sementara itu saat malam Jumat Kliwon
saat sepeti biasa warga ngalap berkah bersama Raden Jinggo di kuburan Mbah
Cokro, Raden Jinggo mencari Yu Tari yang tidak datang. Salah satu warga bilang,
Yu Tari sekarang ngaji Yasinan di padepokan Sunan Sendang Duwur bersama Kang
Jarwo dan istrinya. Selama ini Kang Jarwo memang selalu menolak jika ikut
ritual ngalap berkah Raden Jinggo. Betapa marahnya Raden Jinggo begitu tahu ada
warga yang menolak apa yang ia perintahkan. Suatu hari, ketika Yu Tari, Kang
Jarwo dan istrinya akan ke Sendang Duwur, di tengah jalan Raden Jinggo mencegat
keduanya. Saat itu, diam-diam anak Sutini melihat kejadian itu. Sambil menangis
Sutini menceritakan apa yang terjadi. Betapa sedih dan kagetnya Sunan Sendang
Duwur mendengar apa yang terjadi. Sunan Sendang Duwur berkata ia akan
mendatangi Raden Jinggo.
Raden Jinggo sedang di kuburan Mbah
Cokro, seperti biasa ia minta berkah pada eyangnya. Tak lupa ia memberikan
sesaji semua kesenangan Mbah Cokro semasa hidup. Dari ayam ingkung sampai rokok
klembak. Semua warga nampak memberikan sesaji sambil menyampaikan keinginan
mereka. Ketika giliran Kang Jarwo dan istrinya diminta maju untuk menyampaikan
apa keinginannya, Kang Jarwo menolak. Ia hanya akan minta pada Gusti Allah,
bukan pada Mbah Cokro. Dengan marah Raden Jinggo menyuruh anak buahnya menyeret
Kang Jarwo dan istrinya. Sampai di luar pekuburan Raden Jinggo bersiap akan
memberikan hukuman pada keduanya karena dianggap sudah bersikap tidak hormat
pada leluhurnya. Saat Raden Jinggo akan melayangkan pukulan, tiba-tiba ada yang
menahannya. Dialah Sunan Sendang Duwur. Betapa kagetnya Raden Jinggo melihat
siapa yang datang.
Dengan bijaksana Sunan Sendang Duwur
menasehati Raden Jinggo bahwa apa yang dilakukan oleh Raden Jinggo adalah hal
yang sangat salah. Kata Sunan Sendang Duwur, ngalap berkah ke kuburan-kuburan
dan meminta-minta kepada orang yang telah mati adalah syirik akbar. Apabila
orang tidak bertaubat dari kegiatan ini dan mati dalam keadaan demikian, maka
Allah tidak akan mengampuninya, kekal di dalam neraka, Wal'iyadzu billah. Allah
berfrrman : "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni perbuatan dosa syirik
kepada-Nya, dan Allah mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa saja yang
dikehendaki-Nya. (An-Nisa': 48).
Betapa marahnya Raden Jinggo
mendengar nasehat Sunan Sendang Duwur. Apalagi Sunan Sendang Duwur berkata,
jangan salahkan jika Allah Murka dan memberi bencana untuk menghapus kemusrikan
itu. Raden Jinggo menantang. Jika benar, datangkan bencana saat itu juga.
Dengan tenang, Sunan Sendang Duwur mengangkat tangannya. Saat itu juga, muncul
angin besar menerjang desa itu. Semua nampak terbang. Suasana nampak kacau.
Warga yang sedang melaksanakan ritual ngalap berkah kalang kabut ketakutan.
Raden Jinggo juga nampak kebingungan. Tiba-tiba karena angin teramat kuat,
Raden Jinggo akhirnya terpental. Raden Jinggo benar-benar ketakutan. Raden
Jinggo berkata jika, Sunan Sendang Duwur bisa menghentikan bencana ini, ia
berjanji akan mengajak warga bertaubat dan mengaji pada Sunan Sendang Duwur.
Raden Jinggo berkata ia masih belum mau mati.
Tak lama kemudian Sunan Sendang Duwur
berdoa. Sunan Sendang Duwur yang memang sudah dikenal sebagai Sunan yang sangat
sakti mohon kekuatan pada Allah. Ia lalu menghentakkan Tombak Abirawa miliknya.
Tak lama kemudian, angin perlahan redup dan suasana kembali tenang. Namun
keadaan sudah porak poranda. Semua sesaji bertebaran ke mana-mana… (Catatan :
Sunan Sendang Duwur memang memiliki sebuah senjata sakti yang disebut Tombak
Abirawa, dengan panjang sekitar 6 meter. Pusaka berupa tombak itu, diyakini
memiliki tuah, yaitu menghilangkan bencana atas seizin Allah SWT). Raden Jinggo
yang terluka nampak kesakitan. Sunan berkata cobalah minta pertolongan pada
Mbah Cokro agar sakitnya hilang. Raden Jingga tak mampu berbuat apa-apa karena
tak mungkin. Sunan lalu minta agar Raden Jinggo bertaubat mohon pertolongan
Allah dan menjelaskan bahwa orang yang meninggal itu sudah tidak bisa berbuat
apa-apa. Semua sibuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi
mana bisa memberi pertolongan pada keluarganya?
Akhirnya Raden Jinggo berkata ia
memenuhi janjinya. Ia akan mengajak warga mengaji pada Sunan Sendang Duwur.
Kini warga desa Sarimbit berbondong-bondong mengaji pada Sunan Sendang Duwur
dipimpin oleh Raden Jinggo. Raden Jinggo berkata pada semua jamaahnya, Ojo
demen-demen marang dunyo senengo marang sing nggawe donyo. Ojo gething-gething
marang donyo sebab nduk jerone dunyo onok sing nggawe donyo. Jangan terlalu
senang terhadap dunia senanglah terhadap yang membuat dunia. Jangan terlalu
benci terhadap dunia sebab di dalam dunia ada yang membuat dunia. Betapa
senangnya hati Sunan Sendang Duwur. Sunan Sendang Duwur pun berfikir untuk
membuat masjid yang lebih besar agar bisa lebih banyak menampung Jamaah di Desa
Sendang Duwur.
Karena tidak mempunyai kayu, Sunan Drajad
menyampaikan masalah ini kepada Sunan Kalijogo yang mengarahkannya pada Ratu
Kalinyamat atau Retno Kencono di Mantingan, Jepara, yang saat itu mempunyai
masjid. Ratu Kalinyamat merupakan putri Sultan Trenggono dari Kraton Demak
Bintoro. Suaminya bernama Raden Thoyib (Sultan Hadlirin Soho) cucu Raden
Muchayat, Syech Sultan dari Aceh. Saat diangkat menjadi bupati di Jepara, R.
Thoyib tidak lupa bersyiar agama Islam. Sehingga dibangun masjid megah di
wilayahnya. Banyak ulama dan kiai saat itu kagum terhadap keindahan dan
kemegahan masjid tersebut.
Setelah itu Sunan Drajat
memerintahkan Sunan Sendang Duwur pergi ke Jepara untuk menanyakan masjid
tersebut dan akan membelinya dengan sejumlah uang. Tapi apa kata Mbok Rondo
Mantingan saat itu. Hai anak bagus, mengertilah, aku tidak akan menjual masjid
ini. Tapi suamiku berpesan, siapa saja yang bisa memboyong masjid ini seketika
dalam keadaan utuh tanpa bantuan orang lain (dalam satu malam), masjid ini akan
saya berikan secara cuma-cuma.
Mendengar jawaban Mbok Rondo
Mantingan, Sunan Sendang Duwur yang masih muda saat itu merasa tertantang. Ia
yakin Allah pasti akan membantunya. Sunan Drajad sang sahabat sekaligus gurunya
muncul dan semakin menguatkan Sunan Sendang Duwur. Akhirnya ia semakin yakin.
Bermalam-malam ia melakukan sholat Hajat. Sebagaimana yang diisyaratkan padanya
dan tentunya dengan izin Allah, dalam waktu tidak lebih dari satu malam masjid
tersebut berhasil diboyong ke bukit Amitunon, Desa Sendang Duwur.
Betapa terkejutnya seluruh warga desa
melihat kejadian itu. Dengan adanya masjid yang hanya dipindah dalam waktu
semalam ternyata justru menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mengatakan Sunan
Sendang Duwur adalah wali Allah, sebagian merasa itu sihir terbesar yang pernah
ada.
Namun Sunan Sendang Duwur tetap
tenang. Saat warga sedang berdebat, ia muncul dan berkata. Tidak ada sihir
dalam agama Islam. Tapi ini karena karomah Allah. Jika sihir ia akan melakukan
rital. Tapi ini adalah kekuatan doa. Warga masih tak percaya. Sunan Sendang
Duwur menunjukkan bahwa Sunan Sendang Duwur tidak minta bantuan siapapun
kecuali bantuan Allah SWT. Akhirnya Sunan Sendang Duwur berdiri di hadapan
warga. Ia memegang sebuah batu yang sangat keras. Dengan kekuatannya, batu itu
perlahan hancur dan menjadi pasir. Tak lama kemudian pasir itu berubah menjadi
butiran emas. Semua warga jadi yakin. Sunan Sendang Duwur tidak memakai ritual
apapun kecuali doa dan keyakinan pada Allah SWT. Ternyata apa yang dilakukan
Sunan itu ada filosofinya. Hati manusia itu kadang seperti batu, tapi bisa
dihancurkan dan jadi lembut, dan hati manusia bisa berkilau bila diasah dengan
zikrullah dan keyakinan pada Allah. Semua kini makin paham...
Dari masjid inilah Sunan Sendang
Duwur terus melakukan syiar agama Islam. Salah satu ajaran yang masih relevan
pada zaman sekarang adalah : "mlakuho dalan kang benar, ilingo wong kang
sak burimu" (berjalanlah di jalan yang benar, dan ingatlah pada orang yang
ada di belakangmu. Ajaran sunan ini menghimbau pada seseorang agar berjalan di
jalan yang benar dan kalau sudah mendapat kenikmatan, jangan lupa sedekah).
Raden Noer Rahmad atau Sunan Sendang Duwur
akhirnya wafat pada tahun 1585 M. Bukti ini dapat dilihat pada pahatan yang
terdapat di dinding makam beliau. Sunan Sendang Duwur adalah tokoh kharismatik
yang pengaruhnya dapat disejajarkan dengan Wali Songo pada saat itu….
Ini gambar masjid Nur Rahmad Sendang Duwur dan makam sunan sendang duwur