I. PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang demikian
pesat menuntut dakwah islam terus memformulasi bentuknya yang tepat. Hal itu
agar pesan-pesan risalah agama terkhir ini dapat diterima oleh masyarakat
ditengah globalitas dan kompleksitas masalah modern kini selain itu juga
membuktikan bahwa islam merupakan doktrin yang shahih likulli zaman wa makan (
islam sesuai dengan setiap masa dan tempat). Jelas doktrin mulai ini tak pernah
luntur ditelan masa itu membutuhkan orientasi dan reformulasi baru sesuai
dengan tuntutan zaman. Dakwah merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan
seorang muslim dimana esnsinya berada pada ajakan, dorongan, rangsangan serta
bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran islam dengan penuh
kesadaran. Secara sunatullah komunitas manusia etnis dan daerah memiliki
kekhasan dalam budaya. Dalam melakukan dakwah islam, corak budaya yang dimiliki
komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media dakwah. Dengan ini Makalah kami akan membahas mengenai
dakwah kultural.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian dakwah kultural?
2.
Apa
obyek dan subyek dakwah kultural?
3.
Bagaimana
pola dakwah kultural?
4.
Apa
kelebihan dan kekurangan dakwah kultural dan struktural?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dakwah Kultural
Dakwah pada hakikatnya mempunyai arti ajakan. Berasal dari kata
da’a- yad’u- da’watan ( dakwah) yang berarti mengajak. Dalam pengertian lain
dakwah berati mengajak baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain untuk
berbuat baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah
dan Rasul-Nya serta meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela (yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya).[1]
Secara etimologis kata “kebudayaan” bersal dari bahasa sankerta
buddayah, bentuk jama’ dari budhi yang berarti akal atau budi. Menurut ahli
budaya. Kata budatya merupakan gabungan dari dua kata yaitu Budi dan Daya. Budi
mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiyar, perasaan. Sedangkan
daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Sekalipun akar kata budaya
didefinisi dari akar kata yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kebudayaan
berkenaan dengan hal-hal yang berkenaan dengan budi atau akal.
Ki Hajar Dewantara mendinifisikan kebudayaan sebagai ‘’ buah budi
manusia’’ yaitu hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat. Yaitu
zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupanya guna mencapai
keselamatan dan kebahagian yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.[2]
Jadi dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang berupaya
menanamkan nilai-nilai islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan
memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai mahluk budaya, atau
dakwah yang dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya kultur masyarakat
setempat dengan tjan agar dakwahnya dapat diterima dilingkunagan masyarakat
setempat dengan tujuan agar dakwahnya dapat diterima dilingkungan masyarakat
setempat. Ciri dakwah kultural adalah dinamis, kreatif, dan inovatif. Secara
substansial misi dakwah kutural adalah upaya melakukan dinamisasi dan
purifikasi. Dinamisasi bermakna sebagai kreasi budaya yang memiliki
kecenderungan untuk selalu berkembang kearah yang lebih baik dan islami.
Purifikasi diartikan sebagai usaha pemurnian nilai-nilai dalam budaya dengan
mencerminkan nila-nilai tauhid.
B.
Obyek
dan Subyek Dakwah Kultural
Obyek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau
manusia penerima dakwah baik individu atau kelompok, baik yang beragama islam
atau non muslim. Pada pokoknya obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan.
Bagi mereka yang sudah beragama islam. Dakwah dimaksudkan untuk mengajak mereka
masuk islam, yaitu jalan keselamatan hidup dunia dan akhirat. Obyek dakwah
kultural adalah masyarakat yang akan menerima dakwah yang memiliki berbagai
kebudayaan atau adat istiadat dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Didalam
aktivitas dakwah pengenalan karakteristik obyek yaitu masyarakat dengan
berbagai kebudayaan yang dimilikinya merupakan suatu keharusan, karena tanpa
hal ini dakwah akan gagal.
Secara teoritis subyek dakwah atau lebih dikenal dengan sebutan
Da’i adalah orang yang menyampaikan pesan atau menyebarluaskan ajaran agama
kepada masyarakt umum ( publik). Berkaitan dengan subyek dakwah, maka seorang
da’i hendaknya memiliki persiapan dan pembekalan yang kuat artinya dalam
aktivitas dakwah kultural seorang da’i harus mengenal budaya-budaya yang
terdapat dalam masyarakat.[3]
C.
Pola
Dakwah Kultural
Konsep pola budaya pertama kali diperkenalkan oleh Ruth Benedict.
Menurutnya kebudayaan merupakan cara-cara yang menjadi dasar kehidupan manusia.
Yang ditampilkan melalui karakteristik kebudayaan yang unik. Soeriono Soekanto
mengemukakan bahwa pola budaya merupakan tatanan dari unsur-unsur kebudayaan
yang menjadi dasar keutuhan suatu kebudayaan tertentu ( pola kebudayaan). Pola
budaya adalah konsep untuk menggambarkan interelasi dari sebuah kelompok
berdasarkan orientasi kultural.[4]
Dalam penyamapain dakwah kultural
sangat mengedepankan penanaman nilai kesadaran, kepahaman ideologi, dan sasaran
dakwah. Dakwah kultural melibatkana kajian antara disiplin ilmu dalam rangka
meningkatkan serta memperdayakan masyarakat. Aktivitas dakwah kultural meliputi
seluruh aspek kehidupan, baik yang menyangkup aspek sosial buadaya, pendidikan,
ekonomi, kesehatan, alam sekitar. Dalam konsep dakwah kultural ini juga memuat
ciri-ciri pada waktu kultural itu sendiri yaitu:
1.
Menggunakan
dalil dan ayat Al-Qur’an
2.
Lebih meningkatkan pemahaman persuasif
terhadap sasaran dakwah.
3.
Tidak
menharuskan sang Da’i masuk ke sistem.
Setelah
memahami pengertian dakwah maka pola dakwah kultural diantaranya yaitu:
1.
Dakwah
kultural dalam konteks budaya lokal
Yaitu
mencari bentuk pemahaman dan upaya yang lebih emnatik dan mengapresiasi
kebudayaan masyarakt yang akan menjadi sasaran dakwah.
2.
Dakwah
kultural dalam konteks budaya global.
Mengkaji
secara mendalam titik silang antara islam dan budaya global. Baik secara
teoritik dan embirik. Seperti memberkan subtansi atau pesan dakwah.
Memperhatikan media atau wahana dakwah serta memperhatikan obyek dakwah.
3.
Dakwah
kultural melalui oprasi seni
Budaya
termasuk seni khususnya adalah ekspresi dari perasaan sosial yang bersiafat
kolektif sehingga merupakan ungkapan yang sesungguhnya dari kehidupan
masyarakat. Dengan mengembangkan seni yang ma’ruf maka dakwah kultural bisa
berperan untuk melahirkan inovasi dan kreasi.
4.
Dakwah
kultural melalui media
Yaitu
dakwah dengan cara menggunakan teknologi sebagai media untuk mencapai tujuan
dakwah.
5.
Dakwah
kultural gerakan jamaah atau dakwah jamaah
Yaitu
fokus pada pemberdayaan dan pengembangan masyarakat melalui pembentukan jamaah
sebagai satuan sosial (komunitas)
D.
Kelebihan
dan Kekurangan Dakwah Kultural dan Struktural
Dalam struktural adalah gerakan dakwah yang berda pada kekuasaan
para aktivis dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran islam dengan
memanfaatkan struktural sosial, politik, maupun ekonomi yang ada guna
menjadikan islam sebagai ideologi negara. Nilai-nilai islam menjelama kedalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dakwah struktural memegang tesis bahwah
dakwah yang sesungguhnya adalah akitivisme islam yang berusaha mengwujudkan
negara bangsa yang berdasarkan islam, para pelaku politik menjunjung tinggi
nilai keislaman dalam perilaku politik serta mengakkan ajaran islam menjadi
tanggung jawab negara dan kekuasaan. Dalam persepektif dakwah kultural negara
adalah instrumen penting dalam kegiatan dakwah.[5]
Kelebihan dakwah kultural adalah sebuah model penyampain misi islam
yang lebih terbuaka, toleran dengan mengkomodir budaya dan adat masyarakat
setemapat, bisa dijadikan sebagai medium pembaharuan kehidupan bergama, lebih
beriorintasi dan menghargai tradisi dan mudah diterima oleh banyak masyarakat
itu, dakwah kultural memang kuat dari sisi bagaimana membuat masyarakat itu
paham akan islam. Namun disisi lain tidak kuat secara politik. Apabila hanya
mengendalikan pada ukuran kutural saja maka islam tentu tidak dapat
diberlakukan secara kaffah (keseluruhan) hal tersebut merupakan salah satu
kekurangan dakwah kultural.
Dakwah kultural dan struktural merupakan sebuah metode dakwah yang
digunakan dinegri ini yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan dan dicari
kesalahan masing-masing, tentunya masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Dakwah kultural tentunya tidak dapat menyalahkan bahwa syiar islam
dengan pendekatan kultural adalah salah namun tidak boleh mengikuti arus zaman
yang justru melupakan esensi dari nilai-nilai keislaman itu sendiri. Metode
dakwah yang digunakan dalam menyiarkan agama tidakdapat kita memilih hanya satu
haluan atau metode saja misalkan memilih metode pendekatan secara struktural ini
tidak bisa. Pemilihan metode seyogyanya dipilih berdasarkan kass yang ada
misalkan jika lebih muda dengan pendekatan struktural dan juga lebih muda
dengan kultural maka dilakukan dengan kultural tentunya dilakukan dengan cara-cara
yang lebih menyimpang da’i Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mempelajari karakter siapa yang hendak didakwahi maka akan dapat
memperoleh metode dakwah yang tepat. Dengan demikian kedua hal tersebuttidak
dapat dipisahkan secara persial keduanya memiliki korelasi yang sangat erat
dalam mendakwahi agama ini. Dakwah kultural dan struktural mestinya menjadi
alat yang mujarab dalam mengembangkan syiar islam, bukan justru menimbulkan
perpecahan dan mencari kesalahan masing-masing.[6]
IV.
KESIMPULAN
Dakwah kultural adalah aktivitas
dakwah yang berupaya menanamkan nilai-nilai islam dan seluruh dimensi dengan
memperhatikan potensi kecenderungan manusia sebagai mahluk budaya, atau dakwah
yang dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya kultur masyrakat setempat
dengan tujuan agar dakwahnya dapat diterima dilingkungan setempat. Sedangkan
dakwah struktural adalah kegiatan dakwah yang menjdikan kekuasaan, birokrasi
kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan islam.
Dakwah kultural dan struktural masing-masing
berbeda. Masing-masing mempunyai strategi sendiri-sendiri dalam penguatanya.
Jika kedua dakwah ini bergabung maka dakwah akan melengkapi satu sama
lain. Namun dalam kebenaranya kedua
dakwah inipun tidak terlepas dari berbagai maslah. Oleh karena itu para da’i
yang hendak berdakwah terlebih dahulu mengetahui kondisi masyrakat setempat
serta melakukan pemilihan metode dakwah berdasran kasus yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Gemiliar, Setia, dan Sulasman. 2013. Teori Kebudayaan.
Bandung: Pustaka Setia
Lilweri, Alo, 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya,
Yogyakarta LKIS
Muhaimin, Slamet. 1994. Prinsip-prinsip Metode Dakwah.
Surabaya: Husana Offset Printing
Munir, Syamsul. 2009. Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah
Pimay, Awaludin, 2006, Metodelogi Dakwah. Semarang. RASAIL
Http://bangbudi.blog.ugm.ac.id/2012/09/16/islam-kultural-dan-islam-struktural-lawan-atau-pilihan/.
Pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 23.17
[1][1]
Slamet Muhaimin, Prinsip-prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Hasan Offset
Printing, 1994), hlm 29-30
[2] Sulasman
dan Setia Gemiliar, Teori Kebudayaan, ( Bandung: Pustaka Setia 2013),
hlm 17-19
[3] Awaludin
Pimay. Metodelogi Dakwah, (Semarang: RASAIL,2006), hlm 21-21
[4] Alo
Lilweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: LKIS,
2003), hlm 103
[5] Syamsul
Munir, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009) hlm, 162-163
[6]
Http://bangbudi.blog.ugm.ac.id/2012/09/16/islam-kultural-dan-islam-struktural-lawan-atau-pilihan/.
Pada tanggal 29 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar